Sunday, January 20, 2013

Tentang Ending Iklan, Perbandingan Iklan So Nice dan Oreo

Lagi-lagi iklan jadi media pendidikan buat penontonnya, apalagi untuk anak-anak. Anak belajar dari iklan. Sebagaimana cara anak-anak berpikir, mereka menirukan setiap adegan yang ada dalam iklan. Iklan Oreo adalah salah satunya. Diputar, dijilat dan dicelupin. Anak tak pernah sampai memakannya.

Beberapa waktu yang lalu, ketika sedang rapat dengan kolega, terceletuklah pernyataan yang menggelikan dari seorang teman, yang juga seorang ayah. Ia mengomentari iklan So Nice dari So Good yang sedang tayang di televisi. Berikut adalah kata-katanya,

Kalau iklan ini aku tidak khawatir, karena bintang iklannya sampai memakan sosisnya. Susah kalau iklan Oreo. Anak-anakku tak mau memakan biskuitnya. Mereka berhenti hanya sampai dicelupin.

Setelah aku cermati kedua iklan tersebut, benar memang, ada perbedaan pada akhir iklannya. So Nice menyelesaikan iklannya sampai bintang iklan memakan produknya. Sedangkan Oreo hanya sampai pada mencelupkan biskuitnya, padahal produknya untuk dimakan.

Aku sendiri dulu sempat berpikir untuk tidak suka dengan iklan So Nice. Tapi kata-kata dari kolega dalam rapat tersebut, sedikit mengusikku cieeee. Benar juga, efekifitas berkenaan dengan luaran produk memang So Nice bisa diacungi jempol. Di samping itu, So Nice juga menggunakan lagu dan bintang iklan yang sedang popular, mulai dari olahragawan sampai pada boyband. Lagunya pun dibuat sederhana, singkat, diulang-ulang dan menggunakan singkatan-singkatan yang juga jadi media belajar yang simple. Namun, kali ini kita akan membahas soal ending iklan.

Sinta Jojo di Iklan So Nice


Sebelum melanjutkan ke So Nice, kita kembali ke Oreo. Karena waktu itu sedang ngomongin Oreo dan So Nice, maka seketika itu juga aku ingat iklan Oreo. Aku sempat sangat suka dengan iklan ini. Bagaimana setelah ada komentar dari teman yang mempersoalkan ending iklannya? Aku tetap suka. Lho kok?

Aku suka iklan Oreo memang bukan sedang memperhitungkan soal akhir iklannya. Aku berpikir soal story. Di sebuah tulisan yang pernah ku buat soal story telling, aku mencontohkan iklan Oreo sebagai iklan yang punya keunggulan untuk membangun hubungan emosional antar teman atau antara ayah dan anak. Coba, apa yang Kamu rasakan ketika si ayah bilang, "Ini rahasia kita ya!" atau ketika seorang anak bilang, "Ada yang baru lho"? Kalau aku sih kebayang tentang anchor atau pengait yang memperkuat hubungan pertemanan atau ayah dan anak. pengait ini berfungsi sebagai alat untuk menandai (indexing) atas emosi yang menyertai hubungan tersebut. Hanya itu?

Iklan Oreo juga kuat di story atau cerita. Dengan menggunakan cerita, pesan iklan yang ingin menguatkan hubungan emosional antara ayah anak bisa tersampaikan dengan baik. Nah, indexing tersebut memang abstrak, yang menjadi tanda tidak terlihat. Karena itulah orang butuh menjadikan index tersebut lebih konkrit. Dengan apa? Iya, produk Oreo lah yang menjembatani hubungan ayah dan anak.

Kalau dibandingkan dengan So Nice, memang sangat beda. So Nice menggunakan bahasa penjelasan (preskriptif), sedangkan Oreo lebih menggunakan cara-cara deskriptif, seperti bercerita. So Nice lebih efektif karena langsung mengajari. Iklan ini cocok untuk pasar yang lebih berpikir sederhana. Logikanya seperti guru dan murid jaman dulu, ada yang ngasih tahu dan ada yang diberi tahu. Beda dengan Oreo yang lebih bersifat simbolis, tidak secara langsung menjelaskan fungsi dari produknya.

Lalu bagaimana dengan persoalan ending atau akhir iklan? Oh iya iya, kita mau ngomongin ending iklan ya. Tapi tak ada salahnya juga lah untuk membandingkan beberapa asepk antara iklan So Nice dan Oreo, agar kita mengenal sifat dari kedua iklan tersebut.

Iya, So Nice memang punya tujuan akhir kepada fungsi produk. Jika produknya adalah makanan, maka fungsinya adalah untuk dimakan. Dengan menjelaskan, maka produk tersebut akan digunakan oleh konsumen sebagaimana mestinnya. Karena itu, ending iklan bertujuan untuk memastikan, apakah pesan produknya benar-benar tersampaikan. Apa bedanya dengan Oreo.

Oreo membangun aspek-aspek dari kehidupan sehar-hari, dalam hal ini hubungan antar teman dan hubungan keluarga. Bahkan, dalam tema keluarga, Oreo memilih ayah dan anak. Mungkin pertimbangannya, hubungan emosional yang biasa terjadi adalah antara ibu dan anak. Biasanya ayah berperan sebagai pencari nafkah. Nah, kali ini, Oreo ingin mendekatkannya.

Karena yang dibidik bukan menjelaskan fungsi produk, tetapi membangun aspek kehidupan yang bisa disupport oleh produk, maka Oreo lebih menitikberatkan pada cerita iklannya, bukan cara kerja produknya. Justru Oreo menawarkan cara kerja produk yang sangat emosional, yang bisa menjembatani hubungan ayah anak atau antar teman, yaitu diputar, dijilat dan dicelupin.

Sebenarnya bisa saja Oreo menyelesaikan iklannya dengan 'dimakan'. Tetapi bukan itu memang bukan itu titik tekannya. Selain itu, Oreo sendiri tidak langsung (hanya) membidik sasaran iklannya, dalam hal ini anak-anak. Oreo justru membidik perantaranya, yaitu orang dewasa sebagai orang yang dekat dengan anak. Selain bisa berefek pada kedekatan orang dewasa dan anak, Oreo mendapatkan efek sampingnya, yaitu orang dewasa juga makan Oreo, apalagi yang ingin membangun hubungan dengan anak.

Iklan Oreo

Begitu kira-kira analisa iklan So Nice dan iklan Oreo. Semoga bermanfaat.

Jika ada komentar, silahkan tuliskan di bagian bawah posting ini. Terimakasih

3 comments:

  1. Pernah denger juga istilah what sama why, memang bukan istilah iklan tapi di argumen simon sinek ttg "start with why". Menurutku di indonesia pun masih banyak yang pake istilah what to say, bukan why it's important. Sesuatu yang merujuk ke pemaknaan sebuah tindakan atau fungsi produk yang lebih dalam, kalo cuma untuk dimakan semua juga tau, itu simple. Tapi why ini merujuk kedalam sesuatu yang tidak sekedar terlihat dimuka saja tapi ada proses/hubungan yang dalam dan panjang ttg produk tersebut. Beberapa iklan sekarang makanya sering terlihat memakai konsep iklan filantropi lebih mendekatkan ke dalam permasalahan sosial.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yep, betul sekali Mas. Ini bukan sekedar komentar, tapi juga masukan buat para kreator iklan. Makasih, Mas

      Delete
  2. Menarik sekali, Oreo menggunakan bahasa semiotika (bidang ilmu sastra)

    ReplyDelete